Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Bisa Memburuk Tahun Ini

Avatar of PortalMadura.com
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Bisa Memburuk Tahun Ini
Ilustrasi (RiauOnline)

PortalMadura.ComTransparency International Indonesia menyatakan indeks persepsi korupsi (CPI) Indonesia meningkat pada 2019, namun dikhawatirkan akan menurun pada 2020 setelah dilakukan revisi Undang-undang yang melemahkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Indeks persepsi korupsi mengukur persepsi dan pengusaha terkait korupsi di sektor publik. Penelitian ini dilakukan hingga Oktober 2019.

Indonesia mendapat skor 40 dan berada pada peringkat ke-85 dari total 185 negara yang diteliti.

Skor ini lebih rendah dari target pemerintah untuk meraih nilai 50 pada tahun ini, namun meningkat dua poin dari CPI 2018 Indonesia dengan skor 38.

Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada di peringkat keempat namun kalah jauh dengan Singapura yang menempati peringkat keempat secara global dengan skor CPI 85.

Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko mengatakan, peningkatan CPI Indonesia banyak dipengaruhi oleh kemudahan berusaha.

Namun di sisi lain, Dadang mengatakan ada indikasi melemahkan KPK lewat revisi UU dan menyempitnya ruang ekspresi publik yang dapat memengaruhi skor Indonesia tahun ini.

Indonesia bahkan masuk sebagai salah satu negara yang perlu diawasi menurut Transparancy International pada 2020.

“Membayangkan KPK ke depan pasti tidak sama dengan sebelum Undang-undang KPK direvisi, maka peran masyarakat sipil harus lebih kuat. Tetapi di sisi lain ada problem menyusutnya ruang kebebasan politik,” tutur Dadang.

Survei ini menunjukkan Indonesia mendapat nilai merah dalam hal penyalahgunaan wewenang pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif, kepolisian dan militer.

Indonesia juga masih mendapat nilai buruk dalam konteks korupsi politik, korupsi di birokrasi, serta korupsi yang memengaruhi kebijakan publik yang perlu dibenahi.

Sedangkan dinamika yang terjadi belakangan, lanjut Dadang, justru menunjukkan keraguan publik terhadap keseriusan pemerintah mengendalikan korupsi setelah revisi UU KPK disahkan.

Komposisi di parlemen juga menambah keraguan tersebut, mengingat jumlah oposisi pemerintah hanya 26 persen.

“Revisi UU KPK menghambat pertumbuhan skor CPI ke depan, padahal ini (KPK) faktor penting untuk memastikan tidak ada impunitas terhadap koruptor,” ujar dia.

Pengamat politik dari Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam menilai, survei ini belum menangkap dinamika dan kontroversi terkait UU KPK karena survei dilakukan hingga Oktober.

Oleh sebab itu, Ahmad menilai wajar jika skor CPI Indonesia justru meningkat.

“Ada kemunduran signifikan saat ini dan belum ter-cover di dalam survei,” ujar Ahmad.

Dia mendesak Presiden Joko Widodo, sebagai otoritas tertinggi, menunjukkan political will untuk mengubah situasi.

Ahmad mencontohkan skor CPI Malaysia yang meningkat pada 2019 yang dipengaruhi oleh komitmen Perdana Menteri Mahathir Mohamad mengusut skandal korupsi 1 MDB di Malaysia yang menjerat mantan Perdana Menteri Najib Razak.

“Undang-undang yang melemahkan KPK tidak akan disahkan tanpa ada restu presiden, maka tanpa political will tidak akan ada gerakan pemberantasan korupsi,” tutur dia.

Anggota Dewan Pengawas KPK, Syamsuddin Haris, juga sepakat bahwa UU yang baru mengarah pada pelemahan KPK.

Menurut Syamsuddin, desakan publik menjadi amat penting untuk menjaga agar KPK efektif dalam penegakan hukum di bidang korupsi.

“Desakan dan tekanan publik perlu ditingkatkan. KPK harus digongongi, pemerintah perlu digongongi, partai politik juga perlu digonggongi,” kata Syamsuddin.

Revisi UU KPK menimbulkan aksi protes dan penolakan publik pada September hingga Oktober 2019 karena dianggap melemahkan lembaga anti-rasuah itu.

Salah satunya dengan kehadiran Dewan Pengawas yang berpotensi membatasi ruang gerak KPK.

KPK harus mendapatkan izin terlebih dahulu sebelum melakukan penyadapan, penggeledahan dan penyitaan. Selain itu, KPK dimungkinkan untuk menghentikan penyidikan dan penuntutan.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.