PortalMadura.Com, Jakarta – Indonesia meminta negara-negara ASEAN menerima keputusannya mempertahankan minuman beralkohol sebagai produk yang tidak dibuka akses pasarnya dan tetap menempatkannya dalam General Exception List (GEL List) di ASEAN, ujar Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, dalam siaran persnya, Kamis.
Dengan demikian, kata Menteri Enggar impor minuman beralkohol Indonesia tetap dikenai tarif meskipun negara-negara di kawasan Asia Tenggara sedang berusaha menurunkan hambatan tarif hingga nol persen. dilaporkan Anadolu Agency, Kamis (30/8/2018).
Menurut Enggar, negara-negara ASEAN lain sudah mendesak Indonesia dan Malaysia untuk menghilangkan hambatan perdagangan bagi minuman beralkohol sejak kesepakatan ASEAN Trade in Goods Agreement (ATIGA) 2007. Namun, hingga kini pengurangan hambatan non-tarif untuk minuman beralkohol tidak dapat diimplementasikan karena memiliki dampak sosial serta berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat Indonesia.
“Indonesia meminta ASEAN untuk mempertimbangkan penyelesaian atas isu ini tidak secara ekonomi seperti yang diatur dalam ATIGA, melainkan secara politis, mengingat hal ini sudah berlarut-larut,” ujar Menteri Enggar.
Untuk memperbesar volume perdagangan regional, Indonesia justru mendorong 10 negara-negara di Asia Tenggara segera membangun National Single Window (NSW) agar bisa segera terhubung dengan ASEAN Single Window (ASW) sehingga penyampaian dokumen ekspor bisa dilakukan secara elektronik
“Pada gilirannya akan mempermudah dan memperbesar transaksi perdagangan di antara negara-negara ASEAN,” ujar Menteri Perdagangan.
Menteri Enggar saat ini berada di Singapura mengikuti ASEAN Ministers Meeting (AEM) ke-50. Pertemuan ini akan membahas lebih dalam integrasi ekonomi kawasan ini dalam bidang perdagangan barang.
Menurut Menteri Enggar, negara-negara ASEAN sudah mengembangkan empat fasilitas untuk mendorong kemajuan perdagangan regional yang oleh para menteri perdagangan dalam ASEAN Ministers Meeting (AEM) ke-50, Rabu.
Fasilitas ini akan mendorong lahirnya eksportir baru dengan insentif tarif nol persen di negara anggota ASEAN lain.
“Ini berarti industri nasional akan tumbuh merespons permintaan yang terus meningkat. Kalau ekspor meningkat volume ekspor dapat meningkat secara signifikan,” ungkap Menteri Enggar.
Fasilitas tersebut adalah ASEAN Single Window (ASW), ASEAN Trade Repository (ATR) dan ASEAN Solutions for Investments, Services and Trade (ASSIST). Selain itu Pedoman Mengurangi Hambatan Nontarif (Guidelines Non Tariff Measures) di negara anggota ASEAN.
Aturan yang paling baru disahkan adalah Sertifikasi Mandiri di ASEAN (ASEAN Wide Self Certification/AWSC) yang dapat dinikmati oleh para pelaku usaha dalam ekspor produknya pada 2019.
“Semuanya untuk memperlancar arus perdagangan barang dan mendorong perluasan integrasi ekonomi ASEAN 2025,” ujar dia.
Menurut Menteri Enggar apabila Sertifikasi Mandiri diterapkan, maka terdapat tiga alternatif pembuktian Surat Keterangan Asal yang dapat digunakan untuk mendapatkan tarif preferensi nol persen yaitu SKA Form D yang dicetak, disahkan dan dikirim melalui jasa pengiriman; SKA Form D dikirim secara elektronik melalui website ASEAN Single Window; atau invoice perusahaan untuk Sertifikasi Mandiri.
Eksportir dari Indonesia dapat memilih salah satu dari tiga fasilitasi perdagangan tersebut untuk memperlancar ekspornya ke ASEAN.
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional (PPI) Iman Pambagyo mengatakan negara-negara ASEAN sepakat untuk mencapai pengurangan biaya transaksi perdagangan hingga 10 persen pada 2020.
Target ini bisa dipenuhi apabila mekanisme penerbitan SKA dapat dilakukan secara mandiri oleh produsen maupun trader dan dapat disampaikan ke negara tujuan ekspor dengan menggunakan jaringan elektronik. (AA)