PortalMadura.Com – “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram,” (QS at-Taubah : 36).
Dalam agama Islam memang terdapat empat bulan haram yang disucikan dan dilarang pertumpahan darah, yakni Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab. Rajab merupakan salah satu bulan suci atau bulan yang dimuliakan.
Mengapa demikian?. Sebab, di bulan ini banyak masyarakat muslim yang melakukan amal-amalan, termasuk menunaikan puasa sunah rajab. Bahkan, di antara bentuk penghormatan terhadap kemuliaan bulan ini, Rasulullah beberapa kali pernah melakukan puasa.
Lantas, apa sebetulnya hukum berpuasa Rajab?. Berikut pendapat empat imam mazhab terkait puasa Rajab yang didasari dari berbagai sumber:
Mazhab Hanafi
Menurut mazhab ini, puasa Rajab dikategorikan sebagai salah satu puasa sunah yang sangat dianjurkah (marghubat). Hal ini seperti dinukilkan dari kitab al-Fatawa al-Hindiyah.
Dalam kitab ini dijelaskan bahwa ada beberapa puasa sunah antara lain Muharam, Rajab, Sya’ban, dan ‘Asyura.
Mazhab Maliki
Mengutip kitab Syarah al-Kharasyi ‘ala Khalil yang bercorak Maliki, bahwa puasa di empat bulan haram termasuk amalan sunah yang dianjurkan.
Dalam Muqaddimah Ibn Abi Zaid Ma’a as-Syar li Fawakih ad-Dawani disebutkan, mengerjakan puasa sunah sangat dianjurkan, termasuk puasa ‘Asyura, Rajab, Sya’ban, Arafah, dan Tarwiyah. Bahkan puasa Arafah bagi orang yang tidak berhasil, lebih utama.
Mazhab Syafi’i
Para imam Mazhab Syafi’i juga berpendapat, bahwa berpuasa Rajab termasuk salah satu amalan sunah yang dianjurkan. Dalam kitab Mughni al-Muhtaj, diterangkan, bulan terbaik untuk berpuasa setelah Ramadan adalah empat bulan haram.
Adapun yang paling utama adalah Muharram, merujuk hadis yang kuat: “Puasa yang lebih utama setelah Ramadan adalah Muharram kemudian Rajab”.
Hal ini terlepas dari adanya perbedaan tentang keutamaan Rajab atas ke empat bulan Haram, menyusul kemudian adalah puasa Sya’ban.
Mazhab Hanbali
Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Quddamah, dijelaskan, secara prinsip berpuasa pada Rajab hukumnya boleh selama tidak dilakukan sebulan penuh dan berturut-turut.
Jika hanya berpuasa Rajab saja sebulan penuh, tanpa berpuasa di bulan lainnya hukumnya makruh. Hal ini adalah pendapat secara umum Mazhab Hanbali terkait berpuasa Rajab.
“Jika seseorang hendak berpuasa Rajab, berpuasa dan berbukalah sehari atau beberapa hari, agar tidak berpuasa sebulan penuh”. Bahkan, dalam kitab al-Inshaf, al-Mirdawi, dijelaskan, salah satu opsi pendapat dalam Mazhab Hanbali, bahwa berpuasa Rajab termasuk sunah yang dianjurkan, selain puasa Sya’ban. Wallahu A’lam. (republika.co.id/Lala)