PortalMadura.Com – Rasulullah merupakan utusan Allah yang penuh perhatian terhadap masa depan umatnya. Wujud perhatian Rasulullah tersebut terefleksikan dalam banyak hal, salah satunya dalam redaksi doa yang beliau ajarkan.
Adapun doa yang sering Rasulullah panjatkan, yaitu: “Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia” (HR Muslim dan Ahmad).
Doa Rasulullah di atas menyiratkan dua tipikal pejabat yang akan selalu mengisi kehidupan ini. Ada pejabat yang menyusahkan rakyatnya dan ada pula yang memudahkan mereka.
Pejabat yang memudahkan rakyatnya akan mendapatkan doa kemudahan dari Rasulullah. Sebaliknya, pejabat yang menyusahkan rakyatnya akan mendapatkan doa supaya dia disusahkan. Kemudahan dan kesusahan yang dimaksud dalam hadis di atas bersifat umum, mencakup dunia akhirat.
As-Shan’ani berkata: “Kesusahan dalam hadis, mencakup kesusahan duniawi dan ukhrawi.” Di antara bentuk kesusahan yang akan diterima oleh pejabat disebutkan dalam hadis lain. Rasulullah bersabda, “Siapa yang diamanahi mengurusi umat ku lalu menyusahkan mereka, maka baginya Bahlatullahi?. Para sahabat bertanya, apakah itu Bahlatullahi? Rasulullah menjawab, “Laknat Allah” (HR Abu Awanah dalam kitab sahihnya).
Perlu umat Islam ketahui, bahwa orang yang dilaknat oleh Allah akan tersingkir dari pusaran rahmat dan kasih sayang-Nya. Padahal, jabatan adalah amanah yang sangat berat. Tidak mungkin tertunaikan kecuali dengan bantuan dan pertolongan Allah. Pejabat itu bakal dikenang oleh rakyatnya sebagai pemimpin yang gagal. Pejabat seperti itu justru menjadi sasaran kemarahan rakyatnya.
Bahkan yang lebih mengerikan lagi, kesulitan itu akan terus berlanjut di akhirat. “Tidaklah seorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian dia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya maka diharamkan baginya surga” (Bukhari dan Muslim).
Sebaliknya, jika seorang pejabat bisa memberikan kemudahan (yang tidak melanggar syariat) maka dia juga akan mendapatkan kemudahan berupa pertolongan Allah.
Ketika pertolongan Allah sudah mengucur maka segala sesuatu akan terasa mudah. Kehidupan sang pemimpin juga akan selalu dinaungi dengan ketenangan. Rakyat mencintainya dan Allah mengasihinya. Di akhirat kelak akan mendapatkan penghargaan yang sangat istimewa dari Allah.
Sebab itulah, sebenarnya hikmah di balik disyariatkannya kepemimpinan, yaitu untuk mempermudah urusan umat, bukan untuk membuat umat bertambah susah dengan permasalahan yang menimpanya. Wallahu A’lam. (republika.co.id/Salimah)