Pemberian Maskawin Dibayar dengan Cara Dicicil, Bolehkah?

Avatar
Maskawin-Dibayar-dengan-Cara-Dicicil,-Bolehkah
Ilustrasi (orami.co.id)

PortalMadura.Com – Setiap yang menjalin rumah tangga atau pernikahan pasti sebelumnya melalui proses akad. Di mana di dalamnya ada penyerahan maskawin dari pihak laki-laki sebagai calon suami kepada sang istri yang dicintainya.

Pada umumnya, pengantin pria memberikan maskawin kepada pengantin wanita pada waktu akad secara kontan atau tunai. Tapi, bagaimana jika maskawin itu diberikan dengan cara dicicil ataupun utang?. Bolehkah dilakukan?. dan bagaimana hukumnya?.

Untuk mengetahui jawabannya mari simak penjelasan berikut ini sebagaimana dilansir PortalMadura.Com, Jumat (28/1/2022) dari laman Republika.co.id:

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan bahwa pemberian maskawin yang tidak kontan tidak diperbolehkan. Hal ini berdasarkan sebagian pendapat ulama.

Namun, sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat harus diberikan sebagiannya ketika hendak menggauli istri. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Malik.

Sedangkan di antara ulama-ulama yang membolehkannya, ada yang membolehkannya untuk tenggang waktu terbatas dan jelas. Hal ini juga pendapat dari Imam Malik. Ada juga ulama yang membolehkannya, seperti pendapat Al-Auzai, karena alasan kematian atau perceraian.

Imam Ahmad menjelaskan bahwa mas kawin boleh dibayar secara kontan atau dicicil. Sebab mas kawin adalah kompensasi sehingga sama seperti nilai harga. Tetapi kalau disebutkan secara lepas, maka harus dibayar kontan. Jika mensyaratkan dalam jangka waktu tertentu, maka harus dibayar jika telah jatuh tempo.

Tetapi jika tanpa menyebutkan batas waktunya secara pasti, mas kawinnya tetap sah. Hal ini merupakan pendapat Ibrahim An-Nakha’I dan As-Syu’bi. Namun, menurut Al-Hasan Abu Sulaiman, Imam Abu Hanifah, Ats-Tsauri, dan Abu Ubaid, batas waktunya batal, yang berarti harus berlaku seketika.

Sedangkan menurut Imam Syafii, sah hukumnya mas kawin berupa tanggungan utang atau barang. Jika berupa utang, boleh kontan dan juga tidak boleh kontan. Tetapi kalau bersifat mutlak, harus kontan. Wallahu A’lam.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.