Tahun 2020 Politik Indonesia Belum Terkonsolidasi, Begini Dampak Buruknya

Avatar of PortalMadura.com
Tahun 2020 Politik Indonesia Belum Terkonsolidasi, Begini Dampak Buruknya
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Partai politik pendukung pemerintah diperkirakan mulai meningkatkan tingkat popularitasnya di mata masyarakat pada 2020 sebagai persiapan menjelang pemilu 2024.

Peneliti lembaga riset dan kebijakan SigmaPhi, Reno Koconegoro mengatakan, jumlah partai politik koalisi pemerintah yang mencapai 74 persen, belum tentu mencerminkan dukungan partai di parlemen.

“Banyaknya partai koalisi di parlemen tidak mencerminkan dukungan untuk pemerintah, seperti terjadi pada era kedua presiden SBY yang saat itu terkena kasus Century,” kata Reno, dalam diskusi outlook ekonomi dan politik 2020, di Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Tantangan internal partai koalisi, kata Reno, diperkirakan berasal dari Partai Nasdem. Partai yang dipimpin pengusaha media dan properti Surya Paloh ini mengalami penurunan jumlah menteri di kabinet, meski jumlah kursi di parlemen meningkat.

Reno menambahkan, pada tahun depan, masih ada faktor yang dapat meningkatkan konsolidasi politik Presiden Joko Widodo, yakni dukungan media, setelah masuknya keluarga pemilik grup MNC Harry Tanoesoedibjo dan pemilik Trans Corp Chairul Tanjung ke dalam pemerintahan Joko Widodo.

Angela Herliani Tanoesoedibjo, anak Harry Tanosoedibjo, menjadi wakil menteri pariwisata dan ekonomi kreatif. Sedangkan anak Chairul Tanjung, Putri Tanjung, menjadi staf khusus presiden Jokowi.

Politisi partai Golkar, salah satu partai pendukung pemerintah, Andi Sinulingga mengatakan, tantangan bagi pemerintahan Jokowi-Maruf tahun depan juga berasal dari organisasi masyarakat sipil yang peduli pada HAM, pemberantasan korupsi, pelemahan KPK, dan demokrasi.

“Pendekatan kekerasan oleh aparat keamanan akan menimbulkan situasi politik yang panas,” kata Andi dalam diskusi di forum SigmaPhi.

Tantangan lainnya berasal dari kelompok Islam yang gelisah dengan pendekatan pemerintah dalam isu radikalisme dan khilafah.

“Akan terjadi konflik horizontal di bawah, kegaduhan akan terjadi terus,” kata Andi.

Menurut Andi pendekatan pemerintah menangani radikalisme dan kelompok pengusung khilafah tidak tepat. “Radikalisme dan kelompok khilafah memang ada, tapi niat untuk benar-benar menghilangkannya itu tidak mungkin berhasil, jadi perlu pendekatan tersendiri,” katanya.

Tantangan lain berasal dari masyarakat yang menyoroti utang. Meski utang tersebut untuk proyek infrastruktur, namun masyarakat akan menilai dampak utang itu bagi perbaikan ekonomi mereka yang hampir tidak ada.

Andi mengakui kolisi partai politik pendukung pemerintah saat ini rapuh. Tantangan tidak hanya berasal dari partai Nasdem.

“Jika Jokowi pada 2020 dianggap tidak memiliki kinerja yang baik, pada 2021 partai-partai akan meninggalkannya secara teratur,” kata dia.

“Kondisi ini akan menjadi tantangan juga bagi ekonomi Indonesia yang akan melambat tahun depan,” tambah Andi.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.