Tari Gambu Sebagai Identitas Tarian Keprajuritan Khas Sumenep

Avatar of PortalMadura.Com
Tari Gambu Sebagai Identitas Tarian Keprajuritan Khas Sumenep
Ilustrasi (sapisonok.com)

PortalMadura.Com – Tari gambu berasal dan berkembang di daerah , Madura, Jawa Timur. Tarian ini lebih dikenal dengan nama tari keris. Dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh Arya Wiraraja dan diajarkan pada para pengikut Raden Wijaya kala mengungsi di keraton Sumenep.

Tari ini menggambarkan peristiwa pertempuran keprajuritan. Para penari menggunakan property dalam bentuk tameng kecil yang dikenakan pada punggung tangan, pada tameng tersebut dihias ornamen yang terbuat dari bahan cermin, cermin yang memantulkan sinar ini sebagai salah satu senjata untuk melindungi diri dari serangan musuh serta untuk membantu mengelabuhi pandangan musuh. Dalam penyajian tari Gambu diperagakan oleh empat penari laki-laki dalam posisi di empat titik sudut.

Sedang komposisi penari yang dimainkan oleh empat penari tersebut berdasarkan empat kiblat yaitu gambaran empat arah mata angin, barat-timur-utara-selatan, sedangkan di bagian tengah merupakan titik bayangan yang disebut sebagai titik kelima yang tidak ada penarinya tetapi perlu diketahui oleh para penari bahwa di titik bayangan tersebut sebagai mata hati, komposisi ini disebut sebagai keblat papat lima pancer, yang disebut pancer adalah titik bayangan yang ada di tengah.

Lintasan penari yang selalu dilakukan kearah kanan merupakan simbol perputaran bumi serta simbol dari perjalanan darah pada tubuh manusia, sedangkan gerakan kaki lebih dominan pada  perpindahan telapak kaki bergerak merapat lantai, hal ini dilakukan sebagai transformasi energi bumi kedalam tubuh manusia.

Teknik pernafasan yang digunakan oleh para penari menggunakan pernafasan 1-1 yang dilakukan dengan cara menghirup udara melalui salah satu sisi lubang hidung, ditampung di perut kemudian dihembuskan melalui sisi lubang hidung lainnya. Pengaturan nafas ini diupayakan bisa mengalir dengan sendirinya secara alami mengikuti gerak tubuh dengan tanpa paksaan.

Selain itu, busana yang digunakan penari ada semacam hiasan kain yang diselipkan pada stagen berwarna putih-merah-hijau-kuning. Putih sebagai simbol kesucian, merah sebagai simbol keberanian, hijau sebagai simbol kesuburan, kuning sebagai simbol ketulusan.

Dalam perkembangannya, tarian ini juga dimainkan oleh perempuan cantik dengan menggunakan keris. Tidaknya hanya empat orang, melainkan pernah disajikan dalam bentuk massal pada hari jadi Kabupaten Sumenep tahun 2013. (lontarmadura.com/choir)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.