Umat Muslim, Begini Cara Rasulullah SAW Menggali Informasi atau Melakukan Tabayyun

Avatar
Umat Muslim, Begini Cara Rasulullah SAW Menggali Informasi atau Melakukan Tabayyun
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Dalam Islam, mencari kebenaran atau meluruskan suatu hal disebut dengan tabayyun.

Tabayyun sendiri menurut bahasa adalah telitilah dulu. Kata tersebut dapat dilihat pada surat Al-Hujurat/49:6. Dalam ayat tersebut dijelaskan : ” jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian”.

Tabayyun merupakan salah satu tradisi umat islam yang dapat dijadikan solusi untuk memecahkan masalah. Tradisi ini digunakan terutama untuk menyelesaikan masalah dalam Masyarakat. Metode tabayyun digunakan untuk mengklarifikasi serta menganalisis masalah yang terjadi. Dengan harapan mendapatkan kesimpulan yang lebih bijak, arif dan lebih tepat sesuai keadaan Masyarakat sekitarnya. (wikipedia)

Di era sekarang dimana media sosial dapat diakses dengan mudah serta informasi yang datang dari segala sumber baik terpercaya atau tidak hal tersebut sangatlah memerlukan tabayyun. Sebagai umat islam dan manusia yang memeliki akal sehat, sudah seharusnya kita bisa memfilter serta menelaah informasi atau sebuah permasalahan yang terjadi. Di zaman sekarang ini banyak orang yang mudah terprovokasi serta tersulut emosinya karena suatu persoalan tanpa tau bagaimana akar dan sumber masalahnya. Maka dari itu, bertabayyun atau menelaah suatu permasalahan sangat penting untung dilakukan agar tidak terjadi perpecahan.

Lalu bagaimana cara Rasullah SAW mencari atau menelaah sebuah masalah? berikut pembahasannya.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah SAW pernah melarang seorang sahabat bernama Mu’az bin Jabal yang hendak buru-buru menyebarkan sebuah hadis. Rasul khawatir hadis tersebut disalahpahami oleh Masyarakat, terutama yang belum cukup ilmunya.

Hadis yang akan disebar oleh Mu’az adalah yang berbunyi, “Tidaklah (ada ketentuan kepada, red) seseorang yang bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, melainkan Allah mengharamkan baginya api neraka”.

Rasul khawatir hadis tersebut akan disalahartikan jika terburu-buru disebarkan kepada Masyarakat.

“Wahai Rasul, tidakkah aku sebaiknya menyebarkan hadis ini kepada umat agar mereka bergembira?” tanya Mu’az tak mengerti.

“Jika demikian, maka mereka hanya akan mengandalkan hadis tersebut saja,” jawab Rasul sebagaimana direkam dalam HR. Muslim.

Beberapa ulama menjelaskan maksud jawaban Rasul ini dengan menyebut bahwa rasul khawatir umat hanya akan mengandalkan kesaksian terhadap Ketuhanan Allah dan Kerasulan Muhammad saja sebagai satu-satunya bekal untuk terhindar dari api neraka, lalu mereka mengabaikan ibadah dan berbuat baik.

Kisah di atas mengajarkan pentingnya melakukan tabayyun, bukan saja terhadap kebenaran sebuah informasi, tetapi juga kesiapan orang yang akan menerima informasi tersebut. Bagi orang-orang yang belum cukup matang keilmuannya, sesuatu yang sederhana justru dapat menjadi awal dari bencana. Itu sebabnya, Sayyidina Ali pernah berkata, “andai orang yang tak berilmu mau diam sejenak, niscaya gugur perselisihan yang banyak.”

Untuk informasi yang baik saja, Rasul memberi teladan agar kita tetap berhati-hati untuk menyebarkannya, apalagi untuk informasi yang belum tentu baik.

Untuk ini, rasul telah memperingatkan, “Janganlah kamu menceritakan sesuatu kepada suatu kaum sedang akal mereka tidak mampu menerimanya. Karena cerita tersebut (justru dapat) menimbulkan fitnah pada sebagian dari mereka.” (HR. Muslim).

Sementara untuk pencari ilmu, biasakan untuk konfirmasi tiap kali mendapat informasi. Pahami dan resapi makna dari informasi yang diterima sebelum diteruskan kepada banyak orang lainnya. Tak semua informasi yang diterima layak atau boleh disebarkan, beberapa ulama bahkan mengharamkan perilaku yang demikian.

Ada tiga saring yang perlu diberlakukan pada setiap informasi yang diterima, yakni: benar, baik dan bermanfaat. Apakah informasi yang diterima benar? Apakah informasi yang diterima (walaupun ternyata benar) baik untuk disebarkan? Dan terakhir, apakah informasi tersebut bermanfaat untuk kebaikan?

Jika informasi tak lolos di tiga saring tersebut, sudahlah. Maka tak usah disaring.
“Cukuplah seseorang itu dinyatakan berbohong jika dia menceritakan semua yang ia dengar” (HR. Muslim), demikian ungkap Rasul. Dengan ungkapan itu Rasul , sepertinya sedang menyindir kebiasaan sebagian dari kita yang gemar terburu-buru menyebarkan informasi yang baru saja didapat, tanpa melakukan tabayyun terlebih dahulu, tanpa melakukan saring terlebih dulu. Serba terburu-buru.

Itulah pembahasan tentang bagaimana Rasulullah menelaah , mencari informasi atau menabayyunkan suatu hal. Memanglah di zaman yang sungguh terlewat modern ini kita tidak bisa mencari serta menerima informasi yang random secara langsung kemudian disebarkan tanpa disaring atau ditelaah terlebih dahulu. Selain akan menyesatkan diri kita karena informasi hoax tersebut, kita juga dapat menjerumuskan orang lain karena informasi yang kemudian kita sebarkan itu salah. Semoga kita menjadi orang yang lebih berhati-hati lagi, semoga bermanfaat, Wallahu A’lam.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.