Bentengi Diri Dengan Agama Dan Pertahankan Identitas Lokal

Avatar of PortalMadura.com
Bentengi Diri Dengan Agama Dan Pertahankan Identitas Lokal
Nyai Sofie Al Widad

SOFIE AL-WIDAD. Warga nahdliyin di Madura, dan umumnya di Jawa Timur, pasti sudah kenal dan minimal tahu terhadap Sofie sapaan akrap Sofie Al Widad. Perempuan yang dilahirkan di Situbondo, 11 Agustus 1976 ini merupakan keluarga besar Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.

Kemampuan perempuan ini, tidak hanya memiliki segudang ilmu agama. Melainkan, juga sebagai perancang baju dan desain bangunan. Kemampuan wanita cantik ini, telah tersalurkan dilingkungan pondok.

Uniknya, dua kemampuan tersebut justru tidak didapat dilembaga pendidikan formal, seperti pada umumnya. Namun, berawal dari kebiasaan menggambar sejak berada di sekolah dasar dan dilakukan hingga detik ini.

“Semua baju yang saya gunakan ini, hasil desain saya sendiri,” kata Sofie pada PortalMadura beberapa waktu lalu.

Bahkan, baju-baju hasil desainnya juga sering dijadikan contoh oleh teman-temannya sejak menempuh pendidikan dilembaga pondok pesantren. “Dari dulu, baju-baju saya dibilang unik oleh teman-teman dan sering dijadikan contoh pembuatan baju santri lainnya,” ujarnya.

Kemampuan dalam desain bangunan pun langsung ditunjukkan. Sebuah Musholla berukuran sangat besar dan megah di area pondok putri juga hasil garapannya. “Musholla ini juga saya yang menggambar, mas!,” tandasnya.

Soal Perempuan Madura?

Dia yang dibesarkan dilingkungan mayoritas warga Madura merasa senang dengan perempuan-perempuan Madura yang mempunyai sikap dan karakter tersendiri.

Menurut wanita yang suka warna soft atau gelap ini, perempuan Madura karakternya unik. Salah satu keunikannya, rata-rata dari mereka polos/lugu, tetapi mereka bukan terbelakang. Dan ketika dihadapkan dengan orang yang santun, mereka justru lebih santun. Sebaliknya, saat berhadapan dengan orang yang tidak santun, mereka lebih kasar.

“Kata Madura seolah-olah mempresentasikan karakter mereka. Kalau manis, mereka Madu. Dan kalau pahit, mereka Darah,” kata perempuan yang menyandang strata 2 Jurusan Manajemen Pendidikan Islam ini.

Di era yang serba canggih dan terbuka ini, perempuan muslim harus tetap berusaha dan selalu berbenah diri dalam pemahaman dan melaksanakan ajaran agama. Yang pertama, pemahaman tentang agama dan menghayati nilai-nila agama harus menjadi dasar hidup. Lalu, mempersiapkan pengetahuan terutama berkaitan dengan era informasi dan teknologi.

Tak kalah pentingnya, kata dia, mempertahankan identitas budaya dan kearifan lokal merupakan kewajiban semua pihak. Nilai-nilai budaya lokal jangan sampai tergerus dengan era yang serba canggih ini.

“Intinya 3 M, mas!, satu ; Memahami agama dan menghayati nilai-nilai agama. Dua, Mempersiapkan diri dengan memperdalam pengetahuan informasi dan teknologi. Ketiga,  Mempertahankan identitas budaya dan kearifan lokal,” tandasnya sambil meminta mengakhiri perbincangan dengan PortalMadura.(htn)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.