Pameran Keliling Madura dan Kalimantan
Karya mutlak menjadi pembuktian bagi mereka yang menyandang sebutan seniman. Kalimat ini memang tak bisa ditawar, dan berlaku pada Ir. Selepas menamatkan pendidikan di ISI tahun 1989, ia memutuskan tetap bertahan di Yogyakarta.
Ir dihadapkan pada dunia seni lukis yang sesungguhnya. Dunia dimana ia bisa bebas melihat karya pelukis lain, bebas mengkritisi lukisan seniman lain, juga bebas berekspresi lewat kecekatan tangan mengggoresan puas pada kanvas. Kebebasan ini tentu menjadi pengalaman berharga guna memperkaya wawasan serta mematangkan kualitas karya.
Keputusan untuk bertahan beberapa tahun lagi di Yogyakarta memang kerap dilakukan oleh mereka yang masih fresh graduate, atau baru saja menyandang status sarjana ISI. Predikat kota gudangnya seniman yang melekat pada Yogyakarta mengundang keingintahuan para lulusan ISI untuk lebih mendalami ilmu yang baru didapat di bangku kuliah.
Kesempatan ini pun dimanfaatkan Ir. Sembari menuangkan imajinasinya lewat lukisan, ia bekerja sebagai penjaga rumah agar bisa bertahan hidup di Kota Gudeg. Beruntung, sang tuan rumah memberi kebebasan baginya untuk berkarya. Hingga kemudian karya-karya Ir ditampilkan pada beberapa acara pameran lukisan yang digelar di seputar Yogyakarta.
Dari Yogyakarta pula, di tahun 1993, tercetus ide mengadakan pameran lukisan keliling Madura. Bukan pameran tunggal, melainkan bertiga. Dua pelukis lain alumni ISI yang berkolaborasi dengan Ir untuk memamerkan karyanya adalah Hendro Suseno (Yogyakarta) dan George Eman (Kupang). Pameran berlangsung selama 15 hari, namun hanya di tiga kota (Bangkalan, Pamekasan, dan Sumenep).
Setahun kemudian …