Hukum dan Syarat Menghajikan Ortu yang sudah Meninggal

Avatar of PortalMadura.com
Hukum dan Syarat Menghajikan Ortu yang sudah Meninggal
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang harus dipenuhi bagi yang telah mampu. Tidak hanya soal jasmani dan harta saja, namun juga mampu memenuhi syarat haji. Tidak heran jika bagi sebagian orang, pelaksanaan ibadah ini diakui cukup berat.

Tapi, rukun tetaplah rukun, pelaksanaannya tetap disyariatkan meskipun dengan cara dibadalkan. Dalam perkara ibadah haji, ada istilah yang namanya . Sudah tahukah Anda apa itu badal haji?.

Pengertian Badal Haji

Sebenarnya, ini bukan istilah yang asing lagi dalam ritual ibadah haji. Badal secara harfiah berarti pengganti atau wakil. Sedangkan orang yang menghajikan orang lain disebut mubdil. Maksudnya, ibadah ini menggantikan orang lain untuk melaksanakan haji karena terhalang oleh suatu uzur.

Berbagai uzur itu misalnya karena terhalang sakit, usia yang sudah lanjut, atau bahkan meninggal dunia. Dengan kata lain, badal haji sama juga dengan mewakili seseorang berhaji, dengan ketentuan orang yang mewakili harus sudah lebih dulu melaksanakan ibadah haji secara sempurna.

Perlu Anda ketahui, apabila saat membadalkan orang yang meninggal dan masih memikul kewajiban haji atau belum menunaikan haji yang telah diikrarkannya. Maka wajib bagi walinya untuk menyiapkan orang (badal) yang akan melakukan haji, atas namanya dengan biaya dan hartanya, sebagaimana wali itu wajib membayar utang-utangnya.

Badal dapat dilakukan berdasarkan beberapa dalil dan rujukan riwayat. Lantas, bagaimana hukum dari badal haji tersebut?. Hukum badal haji terdapat dalam hadis Rasulullah yang diriwatkan Ibnu Abbas, yang artinya:

Seorang perempuan dari bani Juhainah datang kepada Rasulullah bertanya, “Rasulullah! Ibuku pernah bernazar ingin melaksanakan ibadah haji, hingga beliau meninggal padahal dia belum melaksanakan ibadah haji tersebut, apakah aku bisa menghajikannya?.

Rasulullah menjawab “Hajikanlah untuknya, kalau ibumu punya utang kamu juga wajib membayarnya bukan?. Bayarlah utang Allah, karena hak Allah lebih berhak untuk dipenuhi,” (H.R. Bukhari & Nasa'i).

Selain hadis di atas, hukum badal haji juga disampaikan dalam riwayat lain yang artinya,

Dari Abdullah bin Buraidah radhiallahu anhu, dia berkata, ketika kami duduk di sisi Rasulullah SAW, tiba-tiba ada seorang wanita datang dan bertanya, ‘Sesungguhnya saya bersedekah budak untuk ibuku yang telah meninggal.' Beliau bersabda, ‘Anda mendapatkan pahalanya dan dikembalikan kepada Anda warisannya.' Dia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya beliau mempunyai (tanggungan) puasa sebulan, apakah saya puasakan untuknya?' Beliau menjawab, ‘Puasakan untuknya.' Dia bertanya lagi, ‘Sesungguhnya beliau belum pernah haji sama sekali, apakah (boleh) saya hajikan untuknya? Beliau menjawab, ‘Hajikan untuknya” (HR. Muslim, 1149).

Apabila melihat hadis tersebut, jadi tidak hanya haji saja yang dapat dibadalkan, melainkan ibadah seperti tanggungan puasa ataupun utang Orang Tua (Ortu) juga dapat digantikan oleh walinya.

“Selain haji, ada ibadah lain yang juga bisa dibadalkan, itu hadisnya” pungkasnya.

Dilansir PortalMadura.Com, Selasa (27/8/2019) yang dikutip dari laman Okezone.com, Ustaz Ahcmad Ikrom menjelaskan, pada praktiknya badal haji sama seperti haji pada umumnya.

Syaratnya, bagi orang yang membadali sudah pernah berhaji terlebih dahulu. Orang yang membadali pun tidak mesti dari pihak keluarga, bisa juga orang lain yang dipercaya untuk melakukan ibadah tersebut.

Jadi, sebelum Anda memutuskan melakukan ibadah haji, maka lebih baik mendahulukan orang tua Anda untuk dibadalkan misalnya, telah wafat dan memiliki nazar berhaji. Karena, ada orang tua yang semasa hidupnya ingin berhaji namun masih belum mampu atau ada uzur yang membuatnya tidak bisa berangkat haji.

Baca Juga : 5 Syarat Disebut ‘Mampu' Tunaikan Ibadah Haji

“Kalau orang tua pernah nazar bagusnya didahulukan orang tua, tapi kalau tidak pernah nazar ya sebagai anak hendaklah berhaji. Tapi kalaupun didahulukan orang tua posisi sang anak pun tidak bisa menghajikannya karena sang anak juga belum pernah haji,” sambung Achmad Ikrom.

Walaupun praktik dalam melaksanakan ibadah haji ini sama seperti pada umumnya, tapi niat yang diucapkan untuk membadalkan haji berbeda, adapun niatnya yaitu:

نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى

Nawaytul hajja ‘an fulān (sebut nama jemaah haji yang dibadalkan) wa ahramtu bihī lillāi ta‘ālā”. Artinya, “Aku menyengaja ibadah haji untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram haji karena Allah ta‘ala”.

Demikian penjelasan mengenai hukum badal haji, termasuk menghajikan orang tua yang sudah wafat. Semoga bermanfaat. Wallahu A'lam.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.