Sejarah mencatat, seperti yang tertuang dalam buku :Sedjarah – Madhura”: Sedjarah Tjaranya Pemerintahan Daerah-Daerah Di Kepulauan Madhura Dengan Hubungannya (1954, hal 111-116) karangan R. Zainal Fattah (R. Tumenggung Ario Noto Adikusumo), disebutkan bahwa Ki Demung Plakaran adalah putra dari pasangan Aryo Pojok dan Nyi Ageng Budo.
Jika ditarik silsilah keatas, Ki Demung Plakaran termasuk garis keturunan dari raja Majapahit Prabu Brawijaya V atau Bhre Kertabhumi, yang berkuasa selama 10 tahun (1468–1478).
Uraian singkatnya, Bhre Kertabhumi mempunyai dua anak dari dua istri selir. Dari selir Endang Sasmito Wati melahirkan Ario Damar, sedang dari selir Ratu Dworo Wati yang juga dikenal dengan sebutan Putri Cempa lahirlah Ario Lembu Peteng.
Ario Pojok adalah salah satu yang dilahirkan dari generasi keempat setelah Ario Damar. Sedangkan Nyi Ageng Budo adalah salah satu yang dilahirkan dari generasi ketiga setelah Ario Lembu Peteng.
Putra dari Ratu Dworo Wati ini kemudian hijrah ke Demongan (Sampang), dan menjadi orang yang berpengaruh.
Pernikahan Aryo Pojok dengan Nyi Ageng Budo dikaruniahi dua anak. Anak pertama seorang putri tidak diketahui namanya, yang kemudian dipersunting oleh Pangeran Jamburingin (penguasa wilayah Parupuh, Pamekasan). Sedang anak kedua seorang putra bernama Ki Demung.
“Ki Demung Plakaran dilahirkan di Demongan. Nama asli atau nama lahir beliau belum juga diketahui hingga kini. Pendalaman sejarah terus dilakukan, termasuk perihal sebutan Demung. Jika mengacu pada jenjang kepangkatan pada sistem kerajaan masa itu, Demung atau Demang adalah jabatan tertinggi ketiga setelah Raja dan Patih,” papar RP. Hamid pada PortalMadura.Com beberapa waktu lalu.
Apakah sebutan Demung … Selengkapnya