Perjuangan 10 November 1947 di Giligenting Sumenep

Avatar of PortalMadura.com
Perjuangan 10 November 1947 di Giligenting Sumenep
Google Maps

oleh : Tadjul Arifien R*

Dikala berkecamuknya pertempuran 10 Nopember di Surabaya, di Madura khususnya di tidak kalah sengitnya melawan pasukan Belanda yang akan mendarat serta menguasai Madura. Termasuk di wilayah kepulauan seperti pulau Giligenting dan Giliraja [Sumenep].

Pasukan Belanda dengan kapal destroyer [kapal perusak] yang akan mendarat di Kalianget [Sumenep] tidak berhasil, karena pertahanan yang kuat dan sulit untuk masuk. Akhirnya mundur, dan mangalihkan tujuan menuju ke pulau Giligenting, mendarat di Desa Aenganyar.

Di Desa Aenganyar beberapa tentara Belanda turun ke darat. Di sana bertemu dengan seorang pegawai bea dan cukai, Abd. Muhni yang kala itu sedang berada di posnya. Di dadanya terpancang lencana merah putih, melihat lencana tersebut tentara Belanda memerintahkan agar dilepaskan.

Abd. Muni menolak, sekalipun dirinya diancam akan ditembak. Dengan paksa lencana merah putih tersebut dirampas dengan menariknya dari baju Abd. Muni, namun dipertahankan sambil mengucap pekik “Merdeka”. Tentara Belanda marah dan langsung menembak Abd. Muni dan gugur sebagai Pahlawan Bahari.

Abd. Muhni bersama empat pahlawan tak dikenal lainnya yang semula dikubur di pulau Giliraja, kemudian dipindah dan dikebumikan kembali di Taman Makam Pahlawan Jokotole Sumenep. Pada daftar di Taman Makam Pahlawan Jokotole tertera nomor 16, tertulis K. Abd. Muhni dengan pangkat prajurit.

Penuturan putranya, Abd. Hamid BA bahwa nama aslinya adalah K. Abdul Muhni Sosroadiwidjojo. Sedangkan istrinya, Ny. Su'udiyah berada di Kebondadap Kecamatan Saronggi, Sumenep.

Peristiwa penembakan K. Abd. Muhni tersebut memberikan pelajaran pada Belanda, bahwa terlepas dari kekuatan senjata yang tidak seimbang dengan persenjataan mereka, namun semangat juang tidak akan pernah surut. Tentara Republik di Madura yang mendapat dukungan pasukan kelaskaran dan rakyat yang berkobar dengan perang sabil, tidak bisa terpancing untuk berdamai oleh pihak Belanda.

Selanjutnya, tentara Belanda masuk ke timur menuju Desa Bringsang [Kecamatan Giligenting]. Di sana bertemu dengan Carik Desa [sekretaris desa] Moh. Ridwan, putra Kepala Desa Bringsang, lalu ditangkap dan dinaikkan ke dalam mobil Jeep. Di atas Jeep sudah ada empat orang tawanan yang pandai berbahasa Madura, mereka diangkut oleh kapal Mariner Belanda, dan Moh. Ridwan disuruh naik dengan cepat.

Kelima orang tahanan tersebut disuruh turun dari Jeep dibawa menuju ke selatan dengan dikawal oleh tentara Belanda yang bersenjata lengkap. Pimpinan tentara Belanda memberi perintah, “Berdiri di sana, berbaris satu persatu”. Tiba-tiba ada bunyi tembakan gencar ditujukan kepada empat orang tersebut, dan gugurlah mereka sebagai kusuma bangsa.

Ketika Moh. Ridwan melihat “temannya” ditembak, menjerit dan gemetar ketakutan. Kemudian ia dibawa ke Desa Aenganyar menjadi tawanan Belanda. Kurang lebih lima bulan baru diperkenankan pulang.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.