Sejarah Singkat Ibadah Haji yang Dijelaskan dalam Alquran

Avatar of PortalMadura.com
Sejarah Singkat Ibadah Haji yang Dijelaskan dalam Alquran
ilustrasi

PortalMadura.Com – Umat Islam mungkin pernah bertanya-tanya, sejak kapan pertama kali dilaksanakannya ibadah haji?. Jika merujuk pada firman Allah SWT: “Dan (ingatlah) ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): ‘Janganlah kamu menyekutukan sesuatu pun dengan-Ku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, orang-orang yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud. Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. Al-Hajj : 26-27).

Ayat di atas menjelaskan, bahwa ada keterkaitan yang sangat erat antara Nabi Ibrahim dengan Kakbah sebagai Baitullah yang berada di Kota Mekkah. Nabi Ibrahim juga dikenal sebagai Abul Anbiya (leluhur para Nabi). Apalagi, Baitullah merupakan titik sentral pelaksanaan ibadah haji. melansir dari laman republika.co.id, Senin (15/7/2019). Jadi, bisa dikatakan pelaksanaan ibadah haji ini dimulai sejak Nabi Ibrahim.

Berikut ini ulasannya:

Pertama, Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menempatkan istrinya (Hajar) dan putranya, yaitu Ismail, jauh dari tempat tinggalnya selama ini. Tempat yang dimaksud, ternyata sudah dikenal oleh Nabi Ibrahim. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan salat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur” (QS. Ibrahim : 37).

Kedua, saat diminta untuk meninggikan fondasi Baitullah (rumah Allah SWT), yaitu Kakbah, Nabi Ibrahim dibantu oleh putranya yang bernama Ismail. “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim membangun dasar-dasar Baitullah bersama anaknya yang bernama Ismail (seraya berdoa): “Ya Rabb kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 127).

Lebih dari itu, tempat berpijaknya Nabi Ibrahim ketika beliau membangun Kakbah ini, sekarang dikenal dengan ‘Maqam Ibrahim’ yang kemudian dalam rangkaian ibadah umrah atau haji memunculkan keharusan salat di belakang Maqam Ibrahim ini.

Ketiga, setelah menetapkan Baitullah sebagai tempat berkumpul yang aman, Allah menegaskan, Baitullah ini disediakan untuk tiga aktivitas utama, yaitu tawaf, iktikaf dan salat. “Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat kembali bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat salat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud” (QS. Al-Baqarah : 125).

“Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu memperserikatkan sesuatu pun dengan Aku dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orang-orang yang beribadah serta orang-orang yang rukuk dan sujud” (QS. Al Hajj : 26).

Baca Juga: 5 Syarat Disebut ‘Mampu’ Tunaikan Ibadah Haji

Setelah Nabi Ibrahim dan putranya menyelesaikan pembangunan Kakbah itu, keduanya lalu berdoa tentang beberapa hal, yaitu agar amalan yang selama ini dikerjakannya diterima Allah SWT, menjadikan diri dan seluruh keturunannya sebagai umat yang berserah diri kepada Allah semata, ditunjukkan tata cara manasik haji, tobatnya diterima, dan permintaan terakhirnya adalah agar Allah mengutus seorang Rasulullah ke tengah masyarakat yang menghuni daerah seputar Baitullah itu untuk menyampaikan dan menjelaskan risalah-Nya.

Doa Nabi Ibrahim agar Allah menunjukkan tata cara manasik haji ada dua kemungkinan. Pertama, karena sebelumnya memang tidak ada syariat haji sehingga dibutuhkan petunjuk teknis untuk menjalankannya. Kemungkinan kedua, ibadah haji ini sudah pernah disyariatkan kepada umat sebelumnya, tapi diperlukan pembaruan, mungkin karena sudah tidak sesuai atau dianggap sudah mengalami penyimpangan sehingga perlu diluruskan.

Terkait kemungkinan kedua inilah tampaknya dimunculkan kata yarfa’u. Allah berfirman: “Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-Baqarah : 127).

Perlu umat Islam ketahui: bahwa kata yarfa’u diartikan dengan meninggikan, yaitu meninggikan fondasi Kakbah yang mengisyaratkan, fondasi Kakbah itu sebenarnya telah ada sebelum perintah itu datang kepada Nabi Ibrahim. Hal ini selanjutnya diperkuat dengan firman Allah SWT yang menyatakan: “Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia” (QS Ali ‘Imran : 96).

Bahkan, dalam beberapa ayat, Kakbah disebutnya sebagai Baitul `Atiq. Kata al`Atiq dimaknai oleh Imam Raghib al-Isfahani sebagai sesuatu yang awal atau permulaan. Artinya, Baitul `Atiq adalah rumah tua, rumah antik yang dibangun sebagai tempat ibadah pertama manusia. Wallahu A’lam.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.