Prajurit keraton menyamar sebagai pengrawit (penabuh karawitan). Sejumlah perempuan cantik, yang konon didatangkan dari Sedayu (Gresik), dipakai sebagai pemikat dengan berdandan layaknya seorang penari. Setelah mendengar perkataan kalau raja Bangkalan sudah menyerah, Ke’ Lesab beserta pengikutnya turut menari seolah merayakan kemenangan. Mereka disuguhi minuman yang memabukkan dan makanan enak hingga kenyang dan tertidur pulas. Tinggallah hanya Ke’ Lesab masih asyik menari dengan ditemani penari perempuan.
Tidak lama kemudian sang raja datang. Seketika Ke’ Lesab mengambil lalu melemparkan Kodhi’ Carancang ke arah raja, namun senjata tersebut tidak dapat terbang lagi. Patih Bangkalan kemudian menangkap dan mengikatnya. Hal tidak diduga terjadi. Saat raja mendekat, Ke’ Lesab seketika menghilang. Seluruh pasukan Keraton Bangkalan yang dikerahkan, serentak mengucap kata bhangka’ ella’an (sudah mati), yang kemudian menjadi Bangkalan.
Di tengah hiruk pikuk kemenangan tiba-tiba terdengar suara Ke’ Lesab. “Hai orang-orang Bangkalan. Saya memang sudah kalah. Tapi suatu saat nanti ada pertanda umbul-umbul klaras dari arah barat laut, itulah pembalasanku,” begitulah bunyi suara Ke’ Lesab. Dan maksud perkataan tersebut adalah datangnya bala tentara Jepang yang kemudian menjajah Indonesia selama 3,5 tahun (1942-1945).(*)
Baca Juga :
Mengenal Desa Pocong, dalam Kepemimpinan Wanita Cantik
Menelusuri Sumber Pocong Warisan Belanda di Madura
Baca Juga :
https://portalmadura.com/unik-dan-lucu-nama-tiga-desa-madura-45627