MH Said Abdullah Berbagi Dengan Warga Lumpuh di Sumenep

Avatar of PortalMadura.com

PortalMadura.Com, Sumenep, anggota , Jawa Timur menyantuni Sumaryono (26 tahun) dan Irwan (16 tahun), warga Dusun Palegin, Desa Longos, Kecamatan Gapura, Kabupaten Sumenep. Kakak beradik ini, menderita kelumpuhan sejak dilahirkan.

Semakin lengkap penderitaannya, saat ibu tercintanya meninggal dunia diusia Irwan baru menginjak 10 tahun dan bapaknya memilih untuk nikah lagi. Keduanya bertahan hidup atas belaian kasih sayang nenek dan kakeknya (Misnati-Abdurrahman) yang usianya sudah tua rentah dengan kondisi ekonomi yang tak tentu pula.

Semakin miris disaat rumah nenek dan kakeknya berantakan diterjang angin kencang dan tak mampu untuk membangun kembali. Kios pasar pun menjadi pilihan tempat tinggal untuk sekedar bertahan hidup. Tabir dari anyaman bambu dengan kondisi berlubang dan berantakan dirasakan selama puluhan tahun.

Kakek dan neneknya, tidak mempunyai usaha yang mapan untuk menghidupi lebih layak. Di sebuah kios pasar yang juga ditempati sebagai tempat tinggal, hanya berjualan rujak dan kopi. Setiap harinya tak lebih dari Rp 30 ribu pendapatan kotor. Di saat sepi pembeli, hanya terkumpul Rp 10 ribu untuk menghidupi empat (4) orang jiwa.

Saat ini, memang tabir dari anyaman bambu terlihat lebih layak, setelah beberapa hari lalu para pelaku media di Sumenep sempat menggelar aksi sosial.

Lebih miris lagi, disaat pemerintah Indonesia gencar meluncurkan program untuk memberantas keluarga kurang mampu. Justru keluarga ini tak pernah mendapatkan bantuan, seperti raskin maupun Jamkesmas, alasannya karena tidak masuk data base.

MH Said Abdullah, politisi PDI Perjuangan kelahiran Sumenep bersama istrinya, Khalida Ayu Winarti terenyuh melihat kondisi kakak beradik tersebut. Santunan senilai Rp 10 juta diberikan untuk sekedar meringankan beban ekonominya.

Menurut Said, nilai uang yang diberikan hanyalah tali silaturrahmi dan tidak ada artinya bila dibanding dengan kegigihan dan kesabaran nenek dan kakeknya mengasuh selama puluhan tahun dengan kondisi ekonomi yang tak tentu.

Said mengungkapkan, ada kesalahan sistem dalam pendataan warga miskin. Sudah jelas faktanya warga miskin tapi tidak masuk data. Padahal, pemerintah mengeluarkan anggaran setiap tahun untuk konsultan mencapai Rp 300 miliar.

“Percuma negara mengeluarkan anggaran besar hanya untuk konsultan bila warga miskin yang wajib menerima justru tidak masuk dalam data,” tegas Said saat berkunjung ke rumah kakak beradik yang mengalami kelumpuhan, Minggu (16/3/2014).

Seharusnya, kata Said, pendataan dilakukan secara door to door, maka keluarga yang hidup di bawah garis kemiskinan akan tercover semuanya. Secara global, diakui data soal rakyat miskin di Indonesia masih amburadul, dan terbukti banyak masalah diberbagai daerah.

“Saya minta, pihak instansi terkait agar melakukan pendataan secara benar. Sehingga tidak selalu muncul masalah yang sama,” ujarnya.

Menurut dia, harus ada skala prioritas. Kumpulkan masyarakat yang masuk katagori miskin, lalu dipilah. Data tersebut kirim ke pemerintah pusat. “Kalau perlu, berikan ke saya. Saya yang akan memperjuangkan, karena dana untuk warga miskin itu ada di pusat,” tandasnya.(htn)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.