“Kalau ditanya keuntungan ya relatif. Tergantung berapa keris yang laku serta kesepakatan harga. Yang terpenting adalah nilai kepuasan. Tak hanya bagi saya, tapi juga pihak pemahar. Jangan lupakan pula kalau profesi ini termasuk upaya melestarikan benda pusaka, khususnya keris,” tegas Rahman yang mengaku dalam sebulan bisa menjual lima sampai sepuluh keris ke pemahar.
Dalam berburu keris, Rahman tak berpatokan pada selera pasar. Keris dari manapun dan bentuk apapun akan ia buru asalkan sesuai dengan selera hatinya. Di samping keris, benda pusaka lain yang jadi koleksi sekaligus ditawarkan setelah direstorasi adalah tombak, jimatan, serta pisau berpamor. Tidak ketinggalan pula asesoris keris.
Tuah Keris Bukan yang Utama
Bagi kolektor atau pecinta benda pusaka tentu percaya pada adanya tuah. Dalam bahasa Madura, tuah disebut hoddam. Tuah atau disebut juga aura adalah sesuatu yang melekat pada keris lewat permohonan seorang Empu kepada Yang Maha Kuasa. Ada serangkaian ritual yang harus dilakukan seorang Empu agar keris yang dibuat bisa bertuah, yang disimbolkan lewat gambar atau bentuk pamor.
Tuah keris bermacam-macam. Ada kerejekian, kewibawaan, keselamatan, keharmonisan (keluarga), pekerjaan, dan sebagainya. Konon, orang yang punya kepekaan pada keris bisa tahu apakah keris tersebut bertuah atau tidak. Jika bertuah, selain tampilan keris akan terlihat lebih indah, ada perasaan tertentu yang muncul dalam diri orang yang melihatnya.
Keris serta benda pusaka lainnya yang bertuah memang banyak dicari. Tidak hanya oleh kolektor, tapi juga mereka yang menggeluti profesi alih rawat keris. Namun terkadang penglihatan mata batin masing-masing orang berbeda soal tuah. Hal inilah yang membuat Rahman harus berkata jujur perihal tuah keris pada calon pemahar, lantaran dirinya mengaku tidak punya kemampuan tersebut.
Saat calon …