Orang Madura tentu sangat menjungjung tinggi harga dirinya dan jika terjadi pelecehan terhadap harga diri, maka berpotensi akan terjadinya Carok diakibatkan dari perlakuan orang lain yang mengingkari atau tidak mengakui kapasitas dirinya sehingga yang bersangkutan merasa tadhe’ajina (tidak ada harga dirinya) (Latief : 2002 : 172).
Indikasi harga diri orang Madura dilecehkan diantaranya karena dipermalukan oleh orang lain. Orang akan merasa malu (todhus/malo) apabila dituduh melakukan tindak negatif yang tidak ada bukti, e ca’-koca’ e (dicemo’oh) serta disindir perasaannya di tengah pembicaraan banyak orang, sehingga mereka akan melakukan tindakan perlawanan sebagai upaya untuk memulihkan harga diri yang dilecehkan. Selain rasamalu, harga diri orang Madura merasa dilecehkan.
Apabila ada sebuah permintaan/tantangan untuk melakukan Carok sebab kalau tidak meladeninya akan merendahkan harga dirinya di tengah masyarakat. Ditunjukkan oleh sebabnya ungkapan orang Madura yang mengatakan Mon lo’ bengal acarok, ajjha’ ngako oreng Madure (kalau tidak berani melakukan Carok jangan mengaku orang Madura).
Senada dengan hal tersebut De Jonge (1993 : 04), berkesimpulan bahwa pelaku Carok di Madura adalah laki-laki dengan tujuan mempertahankan harga dirinya.
c. Balas Dendam
“Aotang pesse majher pesse, aotang nyabe majhar nyabe” (jika punya hutang uang harus bayar uang, jika punya hutang nyawa harus bayar nyawa). Demikianlah prinsip kuat orang Madura.Beberapa fenomena Carok yang telah terjadi, pelaku pemenang yang telah berhasil membunuh lawannya, seketika itu juga langsung melaporkan diri kepada pihak kepolisian untuk meminta perlindungan.
Takut adanya serangan balasan dari keluarga korban, mengingat sistem kekeluargaan di Madura mempunyai tingkat kedekatan dan keakrabanyang sangat tinggi (Mansur Noor, 1993:82).