Menolak Disebut Sejarawan Meski Ibarat Buku Sejarah Berjalan

Avatar of PortalMadura.com
Menolak Disebut Sejarawan Meski Ibarat Buku Sejarah Berjalan
RP. Abdul Hamid Mustari memainkan gitar di acara halal bihalal YKB 2018. (Foto: Istimewa)

Bagi kakek dari sembilan cucu ini, darah biru yang mengalir dalam tubuhnya tak lebih sebuah anugerah dari Yang Maha Kuasa. Dalam interaksi keseharian ia ingin diperlakukan layaknya manusia pada umumnya, tanpa sebutan ningrat atau perbedaan strata. Oleh karena zaman telah berubah, terlebih fase Kesultanan telah berlalu.

“Anugerah itu sepatutnya saya syukuri. Meski kini hidup sebagai manusia biasa di zaman modern, namun saya terpanggil untuk terus menjaga dan menjunjung tinggi adat istiadat serta budaya santun warisan leluhur,” tegasnya.

Tak Berlaku Istilah Sinengker

Menolak Disebut Sejarawan Meski Ibarat Buku Sejarah Berjalan
RP. Abdul Hamid Mustari (kiri) menceritakan riwayat Pangeran Pragalbo di komplek Makam Agung. (Foto: Agus Hidayat)

Sejalan dengan roda pembangunan di Bangkalan, sejarah selalu memegang peran penting. Menurutnya, sejarah adalah pelajaran berharga sekaligus pijakan dalam mendukung pembangunan daerah. Sejarah adalah putaran waktu dengan segala peristiwa yang terjadi. Dari sejarah pula akan tahu apa yang harus diperbuat untuk kemajuan daerah di masa sekarang.

“Orang yang mengerti sejarah bukan berarti mundur ke belakang. Justru dari sejarah kita bisa tahu apa yang terjadi saat itu. Hal-hal buruk yang terjadi pada masa sejarah jangan sampai terulang. Sebaliknya, hal-hal baik pada masa sejarah kalau bisa diterapkan kembali dalam kehidupan modern,” harap RP. Hamid.

Sejarah adalah gambaran kehidupan masa lalu. Oleh karenanya penting untuk diketahui setiap orang. Penggambaran sejarah di masing-masing daerah jelas berbeda. Masyarakat Bangkalan perlu memahami sejarah yang melatarbelakangi kotanya. Karena dalam sejarah terkandung pesan moral sebagai penuntun hidup di masa kini.

Baca Juga : Pemugaran Makam Ki Demung Plakaran Kental Sentuhan Majapahit

Baca Juga : Keturunan Prabu Brawijaya V yang Gemar Berkelana dan Bertapa

Baca Juga : Gapuranisasi, Nuansa Kota Raja dan Wujud Kesadaran pada Sejarah

“Dalam sejarah selalu melahirkan budaya baru. Masyarakat Bangkatan, utamanya eksekutif dan legislatif, harus tahu hal itu. Bagaimana kehidupan di zaman kerajaan dari sisi ulama, umaroh, ataupun dari sisi semangat membangun. Para raja saat itu bekerja hanya untuk kepentingan rakyatnya, tidak mementingkan golongan, apalagi dirinya sendiri. Sejarah dan budaya adalah dua hal yang selalu berdampingan,” ungkapnya.

Pada versi pengungkapan … Selengkapnya

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.