Kisah ‘Kajunèlan’ Jokotole, Raja Sumenep ke-13 yang Dimakamkan di Sa’asa

Avatar of PortalMadura.com
Kisah 'Kajunèlan' Jokotole, Raja Sumenep ke-13 yang Dimakamkan di Sa'asa
dok. Logo Sumenep masa pemerintahan raja (Ist)

PortalMadura.Com, – Sumenep merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur, tepatnya diujung timur Pulau Madura.

Kabupaten ini, memiliki 27 kecamatan. Di antaranya, 9 di kepulauan dan 18 kecamatan di daratan.

Kini, Sumenep akan memasuki usia yang ke-753 di tahun 2022 sejak didirikan oleh Arya Wiraraja, 31 Oktober 1269.

Dan Sumenep sendiri sudah dipimpin 35 raja dan 17 bupati.

Salah satu rajanya, adalah Jokotole alias Ario Kudapanole bergelar Pangeran Secodiningrat III yang memerintah selama 45 tahun. Raja Sumenep ke-13 ini, berkuasa dari tahun 1415-1460.

Makamnya (asta/pesarean) ada di Dusun Sa'asa, Desa Lanjuk, Kecamatan Manding, Kabupaten Sumenep atau berjarak 9 KM dari jantung kota Sumenep.

Jokotole memiliki adik bernama Jokowedi. Mereka dilahirkan dari seorang ibu, Raden Ayu Potre Koneng atau putri dari Raden Agung rawit, cicit dari Pangeran Bukabu sebagai hasil pernikahan batin dengan Adi Poday atau Penembanhan Wirakrama, Raja Sumenep ke-12.

Pernihakan batin (mimpi) inilah yang mengundang kontroversi di lingkungan Kadipaten Sumenep dan dianggap hamil di luar nikah.

Kedua orang tua Potre Koneng, yakni Raden Ayu Retna Sarini dan Wagung Rukyat alias Pangeran Secadiningrat II marah besar hingga Potre Koneng akan dihukum mati.

Selama Jokotole dalam kandungan banyak peristiwa terjadi diluar dugaan. Tibanya lahir, Jokotole pun harus dibuang ke hutan oleh dayang. Dan bayi itu ditemukan oleh Empuh Kelleng. Ia pun diasuh dan diberi susu kerbau.

Pada usi 6 tahun, Jokotole mulai memperlihatkan ‘kajunèlan' atau kesaktiaannya. Salah satunya pandai membantu para pekerja perkakas tanpa menggunakan alat.

Jokotole juga suka membantu para pandai besi yang kelelahan dan sakit akibat kepanasan. Termasuk membantu ayah angkatnya yang sedang mengerjakan pintu gerbang raksasa atas perintah Brawijaya VII.

Kesulitan pada proses pengelasan pintu gerbang raksasa, Jokotole mampu mengatasi dengan cara membakar diri. Kemudian menjadi arang dan jadilah cairan putih yang keluar lewat pusarnya.

Cairan puti itulah yang dijadikan perekat pada pintu gerbang raksasa. Jokotole akhirnya mendapatkan hadiah emas dan uang logam seberat badannya serta mengabdi di Kerajaan Majapahit untuk beberapa lama.

Selama menjadi abdi kerajaan, banyak kesuksesan yang diraih. Jokotole pun diambil mantu Patih Muda Majapahit. Istri Jokotole bernama Dewi Ratnadi.

Lalu Jokotole menemui ibundanya, Raden Ayu Potre Koneng. Jokotole yang sudah memiliki nama besar sejak menjadi abdi Kerajaan Majapahit akhirnya dinobatkan menjadi Raja Sumenep ke-13 dengan mendapat gelar Pangeran Secodiningrat III.

Selama menjadi raja, sekitar 6 tahun sejak dilantik, Jokotole sempat terlibat pertempuran besar dengan raja dari Bali, Dampu Awang. Jokotole berhasil membuat Dampu Awang bertekuk lutut.

Kisah Jokotole yang terkenal ini, secara turun temurun di Sumenep banyak diceritakan soal kehidupannya. Termasuk ‘kajunèlan' atau kesaktiannya, mulai dari kendaraan kuda terbang dan cemeti saksinya.

Bahkan, logo atau lambang Kabupaten Sumenep yang berlaku hingga hari ini, adalah kuda terbang yang diilhami dari kuda terbang Jokotole.(berbagai sumber)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.