Resensi Buku – Menggugah jiwa nasionalisme dengan rasa cinta

Avatar of PortalMadura.Com
Resensi Buku - Menggugah jiwa nasionalisme dengan rasa cinta
ilustrasi

Kecenderungan Mawardi juga kepada kata-kata yang diulang dalam bentuk penegasan. Seperti pada puisinya yang berjudul doa kepatuhan

doa kepatuhan
inilah aku yang sendiri
mengisi setiap sujud dan doa-doa
menakbirkan kalimat-kalimat tuhanku
tuhanku yang esa
lalu kalau aku ditanya keimanan
imanku ada dalam dada
dada yang ditumbuhi kepasrahan

Pada kata tuhanku, dan dada diatas terjadi pengulangan yang disebutkan pada baris selanjutnya. Sebenarnya tanpa kata itu diulang justru membuat puisi semakin padat. Hanya saja kata yang justru menjadi awal dari baris.

Kata dada dan kata Tuhanku berikut kata konjungsi yang sebenarnya bisa dihapus dan tak akan membuat makna puisi ini kabur. Namun itulah gaya yang diberikan Mawardi yang membedakanya dari penyair lain.

Jika setiap penyair mempunyai perbedaan dengan yang lain, seperti Rendra yang lebih senang menggunakan bahasa keseharian, atau Sutardji yang identik dengan puisi-puisi yang mayoritas kata-katanya menyimpang dari tata bahasa Indonesa, atau bahkan penyair Madura sekaliber pak D zawawi imron, yang cukup natural dalam puisinya, maka mawardi disini menggunakan aliran mawardisme, sesuai nama si penyair.

Puisi Mawardi tidak hanya berisi puisi yang seagaimana umumnya seolah ia sudah banyak tahu tentang teori-teori puisi. Keunikan lain juga ada dalam puisi cerita, salah satunya adalah puisinya Minggu dipinggir jalan raya

minggu dipinggir jalan raya
malam minggu tepatnya kita kawinkan kesepian bersama malam yang telanjang. Seperti kita lumrahkan setiap malam minggu, selalu saja memadukan kelahiran anak kita masing-masing.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.