Pakai Paes Lilin Khas Sumenep, Bupati Fauzi Bersama Istri Bak Pengantin

Avatar of PortalMadura.Com
Pakai Paes Lilin Khas Sumenep, Bupati Fauzi Bersama Istri Bak Pengantin
Bupati Sumenep Achmad Fauzi bersama istri Nia Kurnia mengenakan paes lilin khas Sumenep (portalmadura.com)

PortalMadura.Com, – Bupati Sumenep Achmad Fauzi bersama istri Nia Kurnia bak pengantin baru.

Keduanya mengenakan atau rias dan busana pengantin lilin yang merupakan khas Sumenep pada momentum drama kolosal prosesi pelantikan Arya Wiraraja di Kota Tua Kalianget, Sabtu (28/10/2023).

“Pengantin lilin yang biasa dipakai siapapun saat pengantin. Saya memakai ini sebagai simbol bahwa saya sebagai bupati juga berpartisipasi dalam peringatan Hari Jadi ke-754 Sumenep,” kata Achmad Fauzi.

Warna merah pada baju yang dikenakan diartikan Jasmerah. “Soekarno bilang jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jasmerah),” ujar Fauzi.

Tak banyak yang tahu bahwa rias dan busana pengantin lilin (Paes Lilin) adalah khas pengantin Sumenep yang saat ini nyaris punah di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Berbagai sumber menyebutkan, ada tigas jenis rias dan busana khas Sumenep, yakni warga Madura menyebutnya, , kapotren dan lilin.

Ketiga jenis rias dan busana pengantin ini sudah sulit ditemukan atau mulai ‘terkubur' seiring dengan perkembangan zaman.

Baik Paes legha, kapotren, dan lilin memiliki banyak makna dan arti tersendiri. Berikut perbedaannya;

Paes Legha

Pada perayaan malam pertama, pengantin Sumenep tempo dulu menggunakan tata rias dan busana legha. Riasan ini terbilang paling kaya pernak-perniknya.

Riasannya, hampir tidak beda dengan paes pengantin Jawa atau Jogja [paes ageng], kecuali ditiadakannya kinjengan [hiasan yang dipasang pada tengah paesan dan berbentuk mirip kinjeng atau capung], jahitan mata dan jahitan pada alis.

Pada bagian sanggul yakni sanggul gelung malang bentuknya menyerupai angka delapan, berisi irisan daun pandan dibungkus rajut panjang. Aksesorisnya beragam, ada kaco' [hiasan dahi], peces [hiasan di atas kaco'], sisir [hiasan di belakang peces] dan jamang [mahkota].

Ada hiasan giwang khusus dan kalung berbahan kain beludru hitam berbentuk bulan sabit. Selain itu, klat bahu kuning emas, gelang empelan, serta buntalan melati yang panjangnya lebih dari 1 meter.

Busana pengantin pria Paes Legha hampir tak jauh beda, kecuali beberapa tambahan seperti memakai keris dengan untaian melati kering dengan bawang sebungkul.

Pada malam kedua, pengantin mengenakan busana paes kapotren merupakan paduan antara kebaya berbahan beludru dengan kain batik khas Madura yang dikenal dengan sebutan samper sarong.

Pada malam kedua itu, yang terlibat dalam resepsi meliputi pinisepuh [para orang tua kedua mempelai] dan keluarga dekat serta kedua mempelai [tidak ada unsur lainnya].

Paes Lilin

Pada malam perayaan ketiga atau malam puncak, kedua mempelai dihias dengan Paes Lilin.

Penyebutan Paes Lilin yang berasal dari Sumenep ini karena busana kebaya yang dipakai berwarna putih.

Pada kebaya mempelai perempuan disematkan riasan melati berbentuk lilin yang merupakan lambang kesucian.

Perayaan hingga tiga malam dengan pakem legha, kapotren, dan lilin kini sulit ditemukan di tengah kehidupan masyarakat Madura.

Umumnya, hajatan hanya berlangsung satu hingga dua hari. Itu pun tata rias pengantin yang dikenakan sudah banyak mengalami perubahan dan modifikasi.(*)

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.