Umat Islam, Ini Hukum Ucapkan Selamat Natal

Avatar of PortalMadura.com
Umat Islam, Ini Hukum Ucapkan Selamat Natal
Ilustrasi

PortalMadura.Com – Setiap tanggal 25 Desember diperingati sebagai oleh umat kristiani. Mereka melakukan berbagai macam ibadah untuk memperingati lahirnya Isa Almasih. Sebagai Negara yang mempunyai latar belakang agama yang beragam, sudah seharusnya bersikap saling menghormati antar umat beragama.

Rasa saling menghormati ini juga bisa diterapkan kepada perbedaan pendapat umat Muslim tentang hukum mengucapkan Selamat Natal. Perbedaan pendapat yang terjadi tentu karena masing-masing punya dalil.

Sebagimana dilansir PortalMadura.Com, Rabu (25/12/2019) dari laman okezone.com yang dikutip dari Nahdatul Ulama (NU Online). Adanya perbedaan hukum mengenai ucapan Selamat Natal disebabkan tidak adanya Alquran atau hadis yang secara jelas menerangkan hukumnya. Sehingga oleh para ulama dimasukkan dalam kategori persoalan ijtihad.

Boleh

Sebagian kelompok ulama yang membolehkan ucapan selamat atas hari besar umat beragama lain berpedoman pada Alquran Surat al-Mumtahanah ayat 8:

“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Dalam ayat tersebut, Allah tidak melarang seorang Muslim untuk berbuat baik kepada siapa saja yang tidak memeranginya dan mengusirnya. Nah, mengucapkan selamat hari raya non-Muslim dinilai sebagai salah satu bentuk perbuatan baik kepada non-Muslim. Dengan demikian, adalah boleh hukumnya melakukan hal demikian.

Ulama yang memperbolehkan juga menjadikan hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan Anas bin Malik sebagai dalil atas pendapat mereka.
Bunyi hadis tersebut adalah: “Dahulu ada seorang anak Yahudi yang senantiasa melayani (membantu) Nabi Muhammad, kemudian ia sakit. Maka, Nabi mendatanginya untuk menjenguknya, lalu beliau duduk di dekat kepalanya, kemudian berkata: ‘Masuk Islam-lah!' Maka anak Yahudi itu melihat ke arah ayahnya yang ada di dekatnya, maka ayahnya berkata: ‘Taatilah Abul Qasim (Nabi Muhammad).' Maka anak itu pun masuk Islam. Lalu Nabi keluar seraya bersabda: ‘Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.”

Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad memberikan teladan kepada umatnya agar berbuat baik kepada non-Muslim yang tidak memerangi mereka. Begitupun dengan mengucapkan selamat hari raya atas agama lain kepada mereka yang memperingatinya. Ulama yang membolehkankan menilai hal itu sebagai bentuk berbuat baik kepada non-Muslim. Maka memberi selamat hari raya kepada mereka hukumnya boleh.

Kelompok ulama ini juga berpendapat bahwa mengucapkan selamat hari raya kepada non-Muslim bukan berarti mengakui apa yang dipercayai mereka, namun lebih pada penghormatan dalam bermasyarakat dan menjaga kerukunan bersama.

Di antara ulama yang membolehkan adalah Syekh Ali Jum'ah, Syekh Muhammad Rasyid Ridla, Syekh Yusuf Qaradhawi, Syekh al-Syurbashi, Syekh Abdullah bin Bayyah, Syekh Nasr Farid Washil, Syekh Musthafa Zarqa, Syekh Ishom Talimah, Syekh Musthafa al-Zarqa', Prof. Dr Abdussattar Fathullah Sa'id, Prof. Dr. Muhammad al-Sayyid Dusuqi, Majelis Fatwa Eropa, Majelis Fatwa Mesir, dan lainnya

Baca Juga: Polres Sumenep Siapkan 12 Pos selama Operasi Lilin Semeru 2019

Tidak Boleh

Sementara itu, di sini yang lain, terdapat ulama yang mengharamkan. Para ulama berpedoman pada sejumlah dalil, salah satunya yaitu Alquran Surat al-Furqon ayat 72: “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.”

Kelompok ulama ini menafsirkan ayat di atas bahwa ciri orang yang akan mendapatkan martabat tinggi di surga yaitu orang yang tidak memberikan kesaksian palsu. Sementara seorang Muslim yang memberikan ucapan selamat atas hari raya agama lainnya dianggap sama dengan memberikan persaksian palsu dan membenarkan keyakinan umat non-Muslim tentang hari rayanya.

Sebagai konsekuensinya, dia tidak akan mendapatkan martabat yang tinggi di surga. Atas dasar itulah, mereka mengharamkan ucapan selamat atas hari raya non-Muslim.

Dalil lain yang mereka gunakan untuk menguatkan argumentasinya ialah hadis riwayat Ibnu Umar, yaitu “Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian kaum tersebut.”

Hadis ini sangat terkenal dan sering dipakai oleh sekelompok umat Islam untuk mengafirkan umat Islam lainnya, hanya karena mereka dianggap ‘menyerupai' non-Muslim.

Hadis di atas juga dipakai dalam menghukumi ucapan selamat atas hari besar agama lain. Bagi ulama yang mengharamkan, seorang Muslim yang memberi ucapan selamat atas hari raya agama lain berarti dia menyerupai tradisi umat tersebut. Karena menyerupai, maka dia termasuk dari kaum tersebut. Oleh karena itu, memberi selamat haram non-Muslim menjadi haram hukumnya.

Di samping itu, mereka juga berpendapat bahwa seseorang Muslim yang mengucapkan selamat hari raya non-Muslim dianggap ikut serta dalam menysiarkan ajaran orang-orang kafir. Padahal, Allah tidak meridai para hambanya yang kafir.

Di antara ulama yang mengharamkan seorang Muslim mengucapkan selamat atas hari raya agama lain yaitu Ibnu Taimiyyah, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Syekh Abdul Aziz bin Baz, Syekh Utsaimin, Syekh Ibrahim bin Muhammad al-Haqil, Syekh Ibrahim bin Ja'far, Syekh Ja'far At-Thalhawi, dan lainnya.

DAPATKAN UPDATE BERITA LAINNYA DI

google news icon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.